Diberdayakan oleh Blogger.
Foto saya
baca dan nikmati perjalanan kali ini.

Followers

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

RSS

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

kepada: temanku yang baik

kalau aku tidak salah menghitung, ini sudah hitungan ke sembilan sejak kau mencoba memaksa masuk. hitungan itu dalam skala tahun. aku tidak pernah memberikan kunci pintuku, untuk alasan apapun dan sesementara apapun. barangkali justru itu yang membuatmu selalu mencoba.

jadi begini, kuluruskan saja. memang dulu aku membencimu, dan sangat membencimu. tapi pelan-pelan kuubah itu menjadi sesuatu yang lebih netral. kukatakan, aku tidak membencimu. jadi berhentilah meminta maaf untuk entah apa itu.

aku, dengan segala hormat, meminta maaf, atas kesalahan apapun yang pernah kulakukan padamu. aku minta maaf.
sudah jelas?

kini, aku, dengan segala harap, memohon mu untuk tidak lagi menggangguku dengan cara apapun. aku pikir kau bisa mengerti. kalau belum jelas juga, harus kukatakan, kalau aku sangat terganggu dengan terror-terormu itu.

berhentilah, ada batas kau mencoba, ada batas kau harus berhenti.

aku tidak tau apa kau bisa membaca tulisanku. tapi, mengingat daya lacakmu yang –harus kubilang apa?-, mungkin saja kau bisa membacanya.

terimakasih atas pengertianmu.
hanie maria.

* tulisan ini –meminjam istilah melyn- kumuntahkan hanya agar tak lagi tinggal, terendap dan membusuk di kepala.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

si ompong yang keren

Belajar memang dari mana saja dan dari siapa saja. Kali ini, aku belajar dari adik kecilku, seseorang yang selama ini aku cekoki bermacam-macam hal.

Aku sudah pernah bercerita tentang adik bungsuku?
Baiklah, kuceritakan lagi ya. Hehehe.
Hari ini dia berusia 7 tahun 2 bulan 4 hari. Dia dilahirkan ketika aku berusia 17 tahun. Kebayang kan, jauhnya? Sekolah yang dimasukinya kini, membuatnya bersiap setiap jam 06.45 pagi, dan sampai dirumah jam 14.00. Untuk ukuran anak berumur 7 tahun, dia termasuk jangkung, kurus. Makin mantaf dengan gigi depan yang ompong dua duanya.

Kalau sudah bercerita, orang yang mendengarkan, gak boleh nyambi ngapa-ngapain, lalu dia akan bercerita dengan sangat antusias, disertai tangan yang bergerak-gerak, mata berbinar dan suara keras [kok kayak nulis deksripsi diriku sendiri, sih?].

Dan kemarin, dia bercerita tentang apa yang dia alami di sekolahnya. Begini katanya, si ustadz [panggilan untuk gurunya di sekolah] bertanya kepada setiap anak, “Ayo sebutkan cita-cita kalian..”. Tiba pada gilirannya, si ustadz pun bertanya, “Hawwin kalau udah gede mau jadi apa?”. Dan dia pun menjawab dengan bangga, “Sopir truk!”.

Sopir truk itu cita-citanya dari duluu banget, dari pertama dia tau benda bernama truk. Agaknya sikecil Hawwin terinspirasi punya cita-cita nyleneh dari kakaknya yang kini sedang puber remaja; cita-citanya dulu ingin jadi pintu. Ahahaaa.

Aku senang adikku sudah belajar berani mengakui dirinya [cita-citanya], didepan teman-temannya. Apalagi itu bukan profesi yang lazim diidam-idamkan. Aihh, kerennya adikku!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

a happy tea family

you know Panda, tea is a new coffe..

Membaca artikel tentang teh di sebuah majalah perjalanan edisi terbaru, membuatku tersadar betapa aku juga sebenarnya menikmati teh.
Aku mengenal minuman seduhan teh, sejak aku kecil. Ibu dan Bapakku maniak teh. Setiap pagi mereka membuat teh. Setiap petang juga membuat teh. Kalau ada tamu disuguh minuman teh, kalau Ibu pusing, selalu diobati dengan teh, kalau bepergian selalu membawa termos minum berisi teh hangat. Tea addicted. Jika Ibu suka teh dengan sedikit gula, dan teh yang berwarna pekat kental, maka Bapak suka teh dengan gula standar dan berwarna terang. Kami menyebutnya, camprang.

Kebiasaan mereka diturunkan kepada kami, anak-anaknya. Namun dari ketiganya, hanya aku yang mewarisi darah pecinta teh. Hehehe. Adikku yang pertama, tidak terlalu suka. Adikku yang kedua apalagi. Dia masih kelas satu SD, fasenya masih suka susu putih, dua kali sehari.

Witing tresna jalaran saka kulina. Bisa jadi, aku menyukai teh, karena disuguhi teh setiap harinya. Aliran yang kuikuti, cenderung mengikuti aliran Ibu: teh kental dengan sedikit gula. Huh, mantaf!

Lalu, kebiasaan itu aku bawa sampai ke tempat tinggalku di dekat kampus (baca: kos). Kadang, pagi hari aku membuat secangkir teh. Teh buatku hanya cocok di pagi hari, bersanding dengan kicau burung dan langit biru. Sementara kopi, adalah teman sewaktu malam.

Namun, perasaan memang tak bisa dibohongi, rasa rindu tak bisa dibawa pergi. Sampai saat ini, belum ada yang mampu menandingi nikmatnya teh yang aku bikin di rumah. Apalagi kalau dibikinkan oleh Ibu. Barangkali karena dirumah ada bau cinta, ada bau kehangatan. Sesuatu yang belum bisa aku ciptakan di kamar kosku.

Kenikmatan menyesap teh itu, ada tiga tahapan, kawan: pertama, melihat warnanya. Kedua, menghirup baunya. Ketiga, menyeruputnya perlahan. Yang ketiga ini yang paling wajib: minum teh itu hanya boleh dengan cara diseruput.

Dan semuanya akan menjadi sempurna, ketika aku melakukannya dirumah, disertai dengan kebiasaan-kebiasaan disana. Cerita Ibu tentang kejadian di sekolah tadi, wejangan Bapak soal kesehatan atau norma dan agama, hingga menertawakan tingkah polah si kecil Hawwin yang berupa perpaduan antara bodoh lucu dan polos.

Rangkaian itu semua yang membuat teh dirumah terasa begitu menenangkan.


10.30 pm
Sambil mendengarkan takbir dari masjid-masjid di sekitar rumah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS